Antalogi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus- Chairil Anwar

Judu Buku: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus
S. Takdir Alisjahbana
ISBN 979-523-065-4
Diterbutkan Oleh Dian Rakyat
Tebal   : 56 halaman (38 puisi)
Alamat Penerbit: Jl. Rawagelan 1.4 Kawasan Insdustri Pulogadung Jakarta 13930
Anggota IKAPI
Kulit muka      : Su Lan
Vignet : O. Effendi
Cetakan           : XVI

            Buku di bagi oleh dua sub judul, yaitu: 1. Keriki Tajam 2. Yang Terampas dan Yang Putus
Daftar puisi
1. Kerikil Tajam
a)      Nisan
1.      Penghidupan
2.      Dipo Negoro
3.      Tak Sepadan
4.      Sia-sia
5.      Pelarian
6.      Sendiri
7.      Suara Malam
8.      Semangat
9.      Hukum
10.  Taman
11.  Lagu Biasa
12.  Kupu malam dan biniku
13.  Penerimaan
14.  Kesabaran
15.  Ajakan
16.  Kenangan
17.  Hampa
18.  Perhitungan
19.  Rumahku
20.  Kawanku dan aku
21.  Di Mesjid
22.  Aku
23.  Cerita
24.  Bercerai
25.  Selama Tinggal
26.  Dendam
27.  Merdeka
28.  Kepada Peminta-minta
2. Yang Terampas dan Yang Putus
1.      Fragmen
2.      Malam
3.      Krawang – Bekasi
4.      Persetujuan dengan Bung Kanrno
5.      Ina Mia
6.      Perjurit jaga malam
7.      Buat Gadis Rasid
8.      Puncak
9.      Yang terampas dan yang putus

Berikut beberapa cuplikan puisinya

Dipo Negoro

Dimasa pembangunan ini
tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Didepan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api

Punah diatas menghamba
Binasa diatas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

MAJU.
SERBU.
SERANG.
TERJANG.

Pebruari 1945


Fragmen

Tiada lagi yang akan diperikan? Kuburlah semua ihwal,
Duduklah diri beristirahat, tahanlah dada yang menyesak
Lihat keluar, hitung-pisah warna yang bermain di jendela
Atau nikmatkan lagi lukisan-lukisan di dinding pemberian
                                                                 teman-teman kita

Atau kita omongkan Ivy yang ditinggalkan suaminya,
jatuhnya pulau Okinawa. Atau berdiam saja
Kita saksikan hari jadi cerah, jadi mendung,
Mega dikemudian angin
- Tidak, tidak, tidak sama dengan angon ikutan kita…….
Melupakan dan mengenang

Kau asing, aku asing

Dipertemukan oleh jalan yang tidak pernah bersialng
Kau menatap, aku menatap
Kebuntuan rabisa yang kita bawa masing-mkasing
Kau pernah melihat, melihat laut, melihat gunung?
Lupa diri terlambat tinggi
Dan juga
diangkat dari rumah sakit satu kerumah sakit lain
Mengungsi dari kota satu ke kota lain? Aku
sekarang jalan dengan 1 1/2 rabu
Dan
Pernahpercaya pada lerbuhanan soal………….
Tapi adakah ini kata-kata untuk mengangkat tabir pertemuan
memperlepas datang siang? Adakah –
                                      Mari cintaku
Demi Allah, kita jejakkan kaki di bumi pedat,
Demi Allah, kita jejakkan kaki di bumi pedat,
Bercerita tentang raja-raja yang mati dibunuh rakyat;
Papar-jemur kalbu, terangkan jalan darah kita
Hitung dengan teliti kekalahan, hitung dengan teliti kemenangan.
Aku sudah saksikan
Senja kekecewaan dan putus asa yang bikin Tuhan juga turut
                                                                                                tersedu
Membekukan berpuluh nabi, hilang mimi dalam kuburnya.
sekali kugenggam Waktu, Keluasan di tangan lain
tapi kucampurbaurkan hingga hilang tuju.
Aku bisa nikmatkan perempuan luar batasnya, cium
matanya, kucup rambutnya, isap dadanya jadi gersang.
                                      Kau cintaku
Melenggang diselubungi kabut dan caya, benda yang tidak
                                                                                         menyala.
Tukang tadah segala yang kurampas, kaki tangan Tuhan -
Berceritalah cintaku bukakan tubuhmu diatas sofa ini
Mengapa kau selalu berangkat dari kelam ke kelam
dari kecemasan sampai ke istirahat-dalam-kecemasan;
cerita surya berhawa pahit. Kita bercerai begini -
Tapi sudah tiba waktu pergi, dan aku akan pergi
Dan apa yang kita pikirkan, lupakan, kenangkan,
                                                           rahasiakan
Yang bukan-penyair tidak ambil bagian

Tak Sepadan

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
sedang aku mengembara serupa Ahasveros

Dikutuk-sumpahi Eros
aku merangkaki dinding buta
tak satu juga pintu terbka

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Pebruari 1943

Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami berbicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam diding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kalaulah lagi yang tentukan nila tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
                                                                                                           harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga.
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasan kau datang
Sembarang kau merebah.
Menggangu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingak.
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan Tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.
Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bijin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu,
                                                                            digarami oleh lautmu
Dari mulai tanggal, 17 agustus 1945
Aku melangkah kedepan berada disisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu d izatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
Semangat

Kalau sampai waktuku
Kutahu tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu!

Aku ini binatang Jalang
Dari kumpulan terbuang

Biar pelur menembus kulitku
Aku tetap meradang-menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Belari

Hingga hilang pedih dan peri.

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.

Pebruari 1943
Sia-sia

Penghabisan kali itu kau datang
Membawa kembang berkarang
Mawar merah dan melati putih
Darah dan Suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.

Lali kita sama termanggu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? kita berdua tak mengerti

Sehari kita bersama. Tahk hampir-menhampiri

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi


          Bagi para pembaca setia yang ingin melihat secara langsung seluruh puisi karya Chairil Anwar. Kalian bisa langsung liat artikel disini dan disini


0 comments