Piek Ardijanto
Soeprijadi pernah menjadi guru SMP (sejak tahun 1952), kemudian mengajar di SMA
Negeri Tegal, dan bekerja di Semarang. Dia menulis puisi dan esei. Tulisannya
dimuat di berbagai surat kabar dan majalah. Sejumlah puisinya ada dalam
antalogi Angkatan ‘66(1968) susunan H.B Jassin. Sejumlah puisinya pernah
menjadi pemenang hadia dari majalah Sastra (1962). Berikut saya salah satu
puisinya dari buku Tonggak 2.
suwe ora jamu
jamu godong duren
suew ora ketemu
ketemu mangsa panen*
Panen
Karya: Piek
Ardijanto Soeprijadi
Sejak kemarau ini kita tidak kehausan lagi
bendungan sumber di gunung telah kita bingkari
jangan takut kepanasan di sawah
di musim labuh sudah lelah
bendungan sumber di gunung telah kita bingkari
jangan takut kepanasan di sawah
di musim labuh sudah lelah
Kini tangah mengapal pacul
pantat mengapal bajak
kaki mengapal lumpur
kita akan makmur
pantat mengapal bajak
kaki mengapal lumpur
kita akan makmur
Tetangga panggillah ke sawah
padi menguning rebah
mari menuai padi tua
mari pesa dalam kerja
padi menguning rebah
mari menuai padi tua
mari pesa dalam kerja
Panggil gembala di gunung gundul
yang melagu gambangsuling
suruh kemari berkumpul
memetik padi menguning
yang melagu gambangsuling
suruh kemari berkumpul
memetik padi menguning
Pak lurah undanglah bersuka
jangan menunggu lumbungnya saja
saksikan panen yang kini tiba
betapa meriah pesta kerja
jangan menunggu lumbungnya saja
saksikan panen yang kini tiba
betapa meriah pesta kerja
Sawah kita kini luasluas berbatas
musim labuh nanti harus kerja kerjas
anak cucu diberi contoh kerja tabah
biar habis kisa tuantanah
musim labuh nanti harus kerja kerjas
anak cucu diberi contoh kerja tabah
biar habis kisa tuantanah
Mari menuai
beramairamai
mari nembang
anen datang
beramairamai
mari nembang
anen datang
suwe ora jamu
jamu godong duren
suew ora ketemu
ketemu mangsa panen*
(lama tidak berobat
berobat daun durian
lama tidak berjumpa
berjumpa musim panen)
berobat daun durian
lama tidak berjumpa
berjumpa musim panen)
Kini kita angkat sumpah
tuantanah mesti punah
bocahbocah megah gagah
kakinya berpijak di sawah
tuantanah mesti punah
bocahbocah megah gagah
kakinya berpijak di sawah
Aoi petani teriak berbondong-bondong
kami turut membela memabangun tanahair
petani selalu bergotongroyong
hidup di desa damai tak punya akhir
kami turut membela memabangun tanahair
petani selalu bergotongroyong
hidup di desa damai tak punya akhir
Aoi petani teriak lantang padat
kami mau lagi angkat senjata
untuk merebut irian-barat
dan mempertahankan merdeka
kami mau lagi angkat senjata
untuk merebut irian-barat
dan mempertahankan merdeka
Sastra,
No. 3, Th. 11, 1962
0 comments